Beberapa hari menjelang Natal tahun ini, hati saya tergerak untuk memberi sesuatu kepada orang-orang terkasih yang selama ini hanya bisa saya repoti. Heran juga saya. Tahun-tahun lalu sewaktu masih ngantor dengan gaji berlimpah, tak kepikiran untuk memberi ini dan itu kepada mereka. Tapi justru tahun ini, ketika kami sedang seret secara ekonomi, kok malah hati tergerak untuk berbagi. Itulah misteri ilahi.
Tadinya saya pikir mau memberi buku-buku renungan rohani kepada tiap keluarga kerabat yang kami kunjungi nanti. Tapi sampai hari H-nya, belum sempat juga membelinya ke toko buku. Akhirnya saya tahu, bahwa rencana Tuhan bukan itu. Yang baik belum tentu benar. Tuhan sedang mengajar saya, memberi dalam kesederhanaan. Memberi dalam keterbatasan. Memberi dari apa yang kita punyai, bukan memaksa diri dari apa yang tak kita punyai.
Ternyata yang lebih indah dari semua hadiah Natal yang saya rencanakan adalah HATI saya. NIAT BAIK saya. Kepedulian saya. Perhatian saya. Kesediaan memberi saya. Kesediaan mendengarkan saya. Kesediaan melayani saya. Kesediaan rekonsiliasi saya. Kerendahan hati saya. Tuhan tidak ingin saya memberi buku, melainkan memberi maaf kepada orang-orang yang selama ini belum ingin saya maafkan. Itu adalah hadiah Natal terindah bagi mereka dan juga bagi saya. Kelegaan di hati mereka dan terangkatnya beban di hati saya. Tuhan sudah merancangkan itu semua jauh sebelum saya merancangkan apa-apa sebagai kado Natal bagi mereka.
Tuhan menggerakkan hati saya untuk memberi sekalipun hanya hal-hal kecil. Memberi senyum dan salam Natal kepada anggota keluarga yang sering saya sakiti hatinya adalah permulaan yang baik di pagi ini. Bersyukur bahwa pagi ini bisa ibadah Natal di gereja bersama-sama mama, suami dan anak yang saya cintai adalah keindahan berikutnya. Kemudian membantu mama menjamu tamu yang datang, melayani mereka dengan hati yang ringan dan tawa gembira. O, sungguh menyenangkan. Ada yang berbeda pada diri saya. Saya merasakan lahir dan tumbuhnya manusia baru di dalam diri saya. Manusia baru yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Ini juga adalah hadiah yang terindah dalam Natal tahun ini.
Setelah itu saya mulai membalas sms yang masuk sejak semalam. Meskipun tahun ini jumlahnya jauh lebih sedikit dari tahun-tahun sebelumnya, saya tidak kecil hati. Itu artinya, saya yang harus mulai mengirimkan, bukan hanya mau menerima. Saya melihat daftar nama-nama orang yang ingin saya kirimi ucapan selamat. Ada beberapa di antaranya yang selama ini saya hindari, karena pernah ada konflik di antara kami. Meski mulanya berat dan ingin sekali lagi menghindar untuk tidak menyalami, akhirnya saya putuskan untuk melakukan rekonsiliasi. Beberapa lainnya yang sudah lama tidak saling sapa, atau yang jarang saya sapa, kini saya coba memulainya. Dan Tuhan menjawab niat baik saya. Mereka pun membalas dengan sama antusiasnya. Saya jadi gembira bukan kepalang. Natal telah membantu saya menciptakan momentum rekonsiliasi. Alangkah jauh lebih ringannya hati ini sekarang.
Hal-hal sederhana lainnya yang saya coba berikan adalah memberikan waktu dan perhatian untuk menyapa dan mendengarkan. Saya menelepon para orangtua, memberikan waktu untuk mendengarkan mereka (tidak seperti biasanya, hanya menelepon jika butuh bantuan saja). Dan dengan cara ini ternyata lebih mengena dibandingkan jika saya datang hanya untuk menyodorkan buku. Karena kebutuhan para orang tua ini adalah perhatian, waktu dan telinga kita, juga hati kita untuk mereka. Mereka kedengaran begitu gembira mendengar sapaan saya, membuat saya belajar bahwa uang dan materi bukanlah segala-galanya, juga bukan hadiah yang lebih baik daripada diri kita sendiri.
Dan malam ini, selagi nulis postingan ini, sahabat yang sudah 12 tahun tak jumpa, tiba-tiba menelepon. Pasangan suami istri ini keduanya adalah sahabat saya. Kami ngobrol hampir 1 jam lamanya melepas kangen. Nah, ini adalah bentuk lain dari kado Natal yang saya terima hari ini.
Pendek kata, ternyata hadiah atau kado tidak selalu harus berbentuk barang. Hadiah yang terindah adalah kebahagiaan karena kita memberi, dan akibatnya kita jadi diberi (menerima). Luarbiasa sekali makna Natal yang saya peroleh hari ini. Kita memberi karena kita sudah terlebih dahulu diberi. Berilah maka kamu akan diberi.
Semoga damai Natal senantiasa menyertai kita semua.
Selamat Hari Natal. Tuhan memberkati.
Sukacita yang sejati diperoleh bukan ketika keinginan-keinginan kita terpenuhi, melainkan ketika kita bersedia melaksanakan panggilan Tuhan apapun resikonya. (Pdt. Linna Gunawan, 25-12-2008)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar