Google

Kamis, 01 Januari 2009

RESOLUSI TAHUN BARU















Sebuah iklan di surat kabar beberapa hari yang lalu menarik perhatian saya. Gambarnya menampilkan seperangkat komputer yang ditempeli kertas di sana-sini berisi berbagai resolusi tahun baru, seperti: Mulai nabung buat rumah! Stop ngantor kesiangan! Berhenti bergadang! Rajin beresin kamar! Kerja lebih teliti! Rajin baca, kurangi nonton! Stop belanja nggak perlu! Harus rajin jogging! Stop ngemil, mulai diet!. Dan di bawah gambar tersebut tertulis: Hari baru, janji baru, apa kabar janji kemarin?

Hahaha..., saya jadi merasa tersindir.
Pasalnya saya jadi sadar betapa mudahnya membuat resolusi, tapi betapa sulit mewujudkannya.
Resolusi juga menunjukkan bagian mana yang kita sadari untuk diperbaiki atau ditingkatkan, menunjukkan prioritas hidup kita ke depan, apa yang kita anggap penting untuk lebih mendapat perhatian di hari-hari mendatang.

Kata: Apa kabar janji kemarin? menunjukkan betapa tanpa kita sadari kita sering kurang fokus dan kurang disiplin pada apa yang sudah kita canangkan. Kita mudah tergoda pada hal-hal lain di sepanjang perjalanan dan melupakan janji-janji kita, nazar kita sebelumnya. Kita berdalih bahwa bukankah kita harus fleksibel terhadap perubahan? Jika dalam perjalanan, ada hal lain yang butuh diprioritaskan, bukankah kita harus cepat tanggap mengubah haluan? Dalih-dalih semacam inilah yang sering menjadi penghalang bagi kita untuk mengalami pencapaian-pencapaian yang kita inginkan.

Resolusi bukan asal resolusi dan asal janji.
Resolusi membutuhkan komitmen, dan komitmen lahir dari sebuah perjalanan panjang.
Seseorang perlu memahami dirinya sendiri dan sampai di mana perjalanan spiritualnya saat ini sebelum menetapkan sebuah resolusi.
Resolusi dan komitmen adalah sebuah bentuk ketetapan hati, bukan rencana di kepala.
Pernah saya buktikan bahwa sebuah rencana yang matang dan penuh perhitungan akurat secara logika namun tidak disertai spirit alias semangat dari dalam hati sebagai api-nya, ternyata tidak berhasil direalisasikan menjadi kenyataan. Itulah pentingnya menjaga dan memelihara hati, karena di situlah terletak sumber kehidupan.

Karena itu, mulai tahun 2009 ini saya mengarahkan prioritas resolusi saya pada unsur hati alias manusia batiniah saya, manusia roh saya. Bukannya saya tidak peduli pada materi atau unsur fisik. Bukannya saya tidak butuh rumah atau uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dsb tapi saya yakin bahwa unsur materi akan mengikuti atau memfasilitasi apa yang terjadi pada unsur roh.

Kematangan spiritual adalah tujuan hidup saya.
Itu yang menjadi dasar dan prioritas hidup saya sampai saat ini.
Karenanya, saya merasa gagal atau berhasil dalam hidup ini sangat ditentukan oleh pencapaian-pencapaian saya di sisi spiritual.
Sisi spiritual yang saya maksud ada 2 hal, yaitu hubungan dengan Tuhan dan hubungan dengan sesama.
Katakanlah jika saya berhasil mengembangkan karir secara excellent, tapi karenanya harus mengorbankan hubungan-hubungan dengan rekan sekerja atau keluarga di rumah, maka dalam hal ini saya tidak bisa dikatakan sukses. Karena sejak semula tujuan saya bukanlah karir, tapi hubungan dengan sesama. Sebaliknya, jika saya miskin secara finansial, namun mampu menciptakan rekonsiliasi dengan Tuhan dan sesama sepanjang waktu, maka saya bisa dibilang sukses. Karena dalam hal ini saya berhasil memenuhi tujuan utama hidup saya, yakni menjaga hubungan-hubungan baik dengan sesama dan dengan Tuhan.

Sebuah resolusi semestinya dikaitkan dengan keberadaan diri kita sebagai mahluk roh. Resolusi yang hanya berkisar di soal fisik dan materi hanya akan bertumbuh di sektor fisik dan materi, namun mengabaikan faktor spiritual. Orang-orang semacam ini akan lebih mudah terhempas badai krisis, mudah patah ketika berhadapan dengan kenyataan. Karena pada dasarnya mereka tidak punya Tuhan sebagai sandaran. Mata mereka senantiasa tertuju pada hal-hal semu yang ditawarkan dunia. Hati mereka mudah tergoda pada nikmatnya hiburan yang fana. Namun mereka yang mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenaranNya, akan memperoleh lebih daripada semua itu, yakni kebahagiaan yang sejati, sukacita dan damai sejahtera yang selalu menyala-nyala dalam diri. Entahkah kemiskinan menyerbu, atau derita menerpa, mereka tahu untuk apa semua itu harus hadir dalam dirinya. Karena dalam semua pengalaman, selalu ada Tuhan beserta. Itulah yang utama.

Maka, memasuki tahun baru 2009 ini, saya mencanangkan resolusi untuk senantiasa mawas diri, berjaga-jaga dan berusaha mendengar apa yang suara hati saya katakan. Tidak berbantah dan tidak berdalih. Berani jujur dan berbesar hati menerima jika diri berbuat salah. Banyak berdiam diri dan melakukan introspeksi. Dan sesegera mungkin memperbaiki kesalahan-kesalahan yang kita perbuat, jangan menimbunnya terlalu lama sebagai sampah rohani. Jiwa yang kotor akan sulit melihat dan mendengar akan Tuhan. Dan tanpa Tuhan, hidup kehilangan tujuan dan harapan. Siapa yang sanggup hidup seperti itu?

Akhirnya, selamat beresolusi. Selamat Tahun Baru 2009. Tuhan memberkati. Amin.

Pertumbuhan spiritual kita ditentukan oleh seberapa cepat kita memperbaiki kesalahan-kesalahan kita (ESD)

Tidak ada komentar: