Sabtu, 15 November 2008
HIDUP CUKUP ALA KAUM FREEGAN
Minggu lalu, saya terinspirasi oleh dua tayangan pada dua stasiun TV yang berbeda. Yang pertama adalah liputan Oprah Winfrey Show tentang kaum Freegan, dan yang kedua adalah wawancara DAAI TV dengan Romo Sandyawan Sumardi.
Apa itu Freegan?
people who have decided to live outside consumer society. Freegans say our culture's emphasis on buying the newest products—and throwing away perfectly fine older things—is a waste of the world's resources. Instead, they focus on buying less and use only what they need. One of the main ways freegans do this is by salvaging food and other goods from the trash.
(selengkapnya bisa anda lihat di Oprah.Com)
Ada definisi yang lebih lengkap:
Freeganism is an anti-consumerism lifestyle whereby people employ alternative living strategies based on "limited participation in the conventional economy and minimal consumption of resources. Freegans embrace community, generosity, social concern, freedom, cooperation, and sharing in opposition to a society based on materialism, moral apathy, competition, conformity, and greed,The lifestyle involves salvaging discarded, unspoiled food from supermarket dumpsters that have passed, or in some cases haven't even passed, their sell by date, but are still edible and nutritious. They salvage the food not because they are poor or homeless, but as a political statement.
The word "freegan" is a blend of "free" and "vegan".Freeganism started in the mid 1990s, out of the antiglobalization and environmentalist movements. Groups such as Food Not Bombs served free vegetarian and vegan food that was salvaged from food market trash by dumpster diving. The movement also has elements of Diggers, an anarchist street theater group based in Haight-Ashbury in San Francisco in the 1960s, that gave away rescued food.
(Sumber:http://www.facebook.com/group.php?gid=55202305088&ref=share)
Salah satu partisipan dari kelompok freegans ini adalah Madeline seorang eksekutif di New York City dengan penghasilan jutaan dollar. Keputusannya untuk menjadi freegan boleh jadi dinilai mengejutkan karena salah satu cara hidup mereka yang gemar mengais dan memanfaatkan makanan maupun barang yang telah dibuang (sampah). Keputusan Madeline tentu bukanlah tanpa dasar. Dimulai dari kerisauannya hatinya tentang betapa besar pengeluarannya untuk apa yang ia makan dan ia kenakan. Ia lantas bertanya pada diri sendiri, apakah aku memang benar-benar membutuhkan barang ini atau barang itu? makanan atau baju dengan harga sedemikian mahal? Madeline juga membayangkan, ketika sebagian warga dunia dilanda kelaparan dan kekurangan pangan, para warga di negara-negara makmur dan berkembang justru membuang-buang makanan yang semestinya akan dijual di supermarket hanya karena sedikit penyok, atau sedikit tergores. Itu sebabnya maka Madeline akhirnya bergabung dengan komunitas freegan.
Kaum freegan adalah mereka yang prihatin dengan kenyataan bahwa telah terjadi pemborosan yang luar biasa demi sebuah gaya hidup, dan memutuskan hidup sederhana karena kesadaran mereka akan penghematan energi. Bisa jadi mungkin juga demi berbela rasa dengan mereka yang miskin dan berkekurangan. Mereka rela mengais sampah di malam hari dan mencari makanan kemasan maupun kalengan, bahkan sayuran dan buah-buahan yang masih segar untuk dikonsumsi. Bukan karena mereka pelit atau terlalu irit, tapi karena mereka menyayangkan mengapa makanan yang masih bisa dikonsumsi, belum kadaluarsa, sudah harus berakhir di pembuangan sampah. Mereka juga memilih untuk hidup "secukupnya". Meski penghasilan mereka memungkinkan untuk tinggal di apartemen mewah, belanja makanan mahal, baju dan perlengkapan busana yang highclass, tapi mereka memilih untuk tidak melakukannya. Yang paling mencengangkan bagi saya adalah mereka memutuskan hidup sederhana dengan makanan dan perabotan bekas, tapi menyumbangkan sebagian gaji jutaan dolar mereka kepada orang yang tidak mampu. Ck...ck...ck... ini sungguh mengharukan.
Di Indonesia sendiri ada Romo Sandyawan yang juga memiliki sikap yang nyaris mirip. Ketika mendengarkan wawancara DAAI TV dengan beliau, saya jadi speechless. Kok ada ya orang yang mau seperti ini? pikir saya.
Dengan kesadaran yang tinggi untuk merasakan penderitaan mereka yang miskin dan terpinggirkan, Romo Sandy rela menyamar menjadi buruh dan bahkan menjalani hidup sebagai buruh demi untuk belajar dan merasakan bagaimana hidup sebagai buruh itu. Romo Sandy juga memutuskan untuk hidup bersama-sama, berdampingan dengan mereka yang tinggal di bantaran kali Ciliwung. Susah dan senang mereka alami dan rasakan bersama, apakah itu kebanjiran atau pun penggusuran. Salah satu kalimat beliau yang melekat kuat di memori saya hingga saat ini adalah: yang kita perangi bersama adalah kemiskinan, bukan orang miskinnya!
Bagi saya, kaum freegan maupun Romo Sandy adalah orang-orang yang dengan kesadaran yang tinggi mau menyederhanakan kebutuhan hidupnya demi dirinya sendiri (agar hidup lebih bijak) maupun demi orang lain yang lebih menderita (dalam berbela rasa), sebagaimana yang telah dilakukan oleh Yesus Kristus yang:
... telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Fil 2:7-8)
Semoga kita dapat mengikuti teladan mereka.
Salam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Salam kenal Bu Ester..artikel yang menarik !
salam damai
awang emanuel
Posting Komentar