Google

Jumat, 17 Oktober 2008

Menjadi "LASKAR KREATIF"

Istilah ”Laskar Kreatif” diangkat oleh Ninok Leksono dalam tulisannya di Kompas tanggal 15 Oktober 2008 yang lalu, mencermati fenomena film Laskar Pelangi yang dikatakannya sebagai meneguhkan kebangkitan industri kreatif di tanah air.

Apa itu Industri Kreatif?

Kira-kira begini definisinya:

“Industries which have their origin in individual creativity, skill & talent, and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property”.

Rasanya kita harus berterimakasih kepada Ibu Mari Elka Pangestu (Menteri Perdagangan RI saat ini) yang telah mengangkat isu mengenai industri kreatif ini ke permukaan, bukan semata-mata karena berkaitan dengan tugas beliau, tetapi menurut saya hal ini merupakan satu bentuk upaya penggalian identitas bangsa.

Mengenal identitas bangsa – sebagaimana kita secara individu perlu mengenal diri sendiri – adalah satu pijakan penting sebelum memasuki arena yang lebih besar dan global yakni komunitas internasional. Generasi sekarang punya istilah “siapa lo?”,yang mengindikasikan bahwa identitas diri penting untuk menjelaskan keberadaan kita di tengah dunia. Kita harus mampu menjelaskan siapa diri kita, apa kelebihan kita, apa keunikan kita, apa sumbangsih yang bisa kita berikan bagi dunia.

Isu Ekonomi dan Industri Kreatif setidaknya telah membantu kita mengenali dan kemudian bangga menjadi anak bangsa ini. Jangan selalu berharap menjadi orang lain, menginginkan rumput tetangga yang lebih hijau. Kita sendiri pun punya intan dan permata yang tak kalah berkilau seandainya kita tahu bagaimana mengelola dan mengembangkannya, yaitu keragaman budaya yang tinggi dan manusianya yang secara alamiah kreatif, yang sekali lagi menurut bu Menteri merupakan potensi dan daya saing kita. Dan saya seratus persen setuju. Itulah sebabnya mengapa para founding fathers kita dulu telah merampatkannya dalam satu istilah yang sangat pas: Bhinneka Tunggal Ika. Tak dapat dipungkiri lagi, memang itulah kekayaan kita sebagai bangsa sekaligus ciri dan identitas kita di dalam komunitas global.

Nah, masalahnya sekarang adalah bagaimana mengembangkan potensi dan identitas ini agar semakin bersinar di mata dunia? Setidaknya ada 14 bidang industri yang bisa kita tekuni dan eksplorasi bersama untuk meningkatkan nilai jual kita di abad 21 ini, yaitu:
  1. Arsitektur,
  2. Desain,
  3. Kerajinan,
  4. Layanan Komputer dan Peranti Lunak,
  5. Mode,
  6. Musik,
  7. Pasar Seni dan Barang Antik,
  8. Penerbitan dan Percetakan,
  9. Periklanan,
  10. Permainan Interaktif,
  11. Riset dan Pengembangan,
  12. Seni Pertunjukan,
  13. Televisi dan Radio,
  14. Video, Film dan Fotografi.
Wow, menarik dan dahsyat sekali bukan?
Dan bagusnya lagi, kita tidak perlu susah-susah membentuk dan mengubah diri sendiri agar bisa berkontribusi dalam bidang-bidang tersebut. Maksud saya, bukannya dalam hal ini kita tidak perlu bekerja keras, melainkan bahwa secara alami potensi itu sudah mendarah daging pada diri anak bangsa ini.
Salah satu contohnya adalah, sudah bukan rahasia lagi bahwa rata-rata manusia Indonesia gemar menyanyi dan menikmati musik. Setiap acara musik selalu ramai dibanjiri peminat. Mereka bahkan hafal luar kepala syair-syair lagu ciptaan lokal. Bisa dibilang mereka punya bakat dan kecerdasan musikal yang tinggi. Dengan demikian, apabila kita hendak mengeksploitasi potensi musikal ini rasanya akan jauh lebih mudah dibanding untuk bidang-bidang yang secara alami memang kurang kita kuasai.

Contoh lainnya adalah sebagaimana yang sering ditampilkan di media televisi akhir-akhir ini. Para pendekar pengubah sampah menjadi emas. Kemasan-kemasan plastik dari sabun cuci, pewangi pakaian dsb, yang semula hanya menjadi timbunan sampah tak terhancurkan mampu mereka sulap menjadi tas-tas plastik yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Bahkan kertas koran bekas dalam bentuk aslinya, juga dapat dibuat menjadi tas kertas jinjing.

Bangsa kita boleh dibilang kaya akan seniman. Yang saya sebut di atas tadi, belum termasuk mereka-mereka yang secara genetis kultural memang telah mewarisi bakat sebagai seniman dari orangtua dan leluhurnya. Para pemahat, pelukis, penari, pemain alat musik tradisional, dsb begitu mudah dijumpai di Indonesia. Sayang jika generasi muda kita tidak mau melanjutkan warisan tradisi ini dan lebih suka membanggakan apa-apa yang berbau luar negeri.

Itu sebabnya, himbauan saya sama dengan himbauan Ninok. Mari kita sama-sama berjuang sebagai Laskar Kreatif bangsa di abad ini. Jangan kita dikenal dunia dari hal-hal yang negatif saja, tetapi ayo buktikan bahwa kita juga bisa memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi dunia. Syaratnya hanya satu: Jadilah individu-individu yang berjiwa bebas, karena tanpa jiwa yang bebas, mustahil kreativitas dapat lahir dan berkembang dengan luar biasa. Hanya orang yang berjiwa bebas yang dapat mengekspresikan dirinya (Sardono W. Kusuma). Banyak orang yang terkendala berjiwa bebas karena hanya mengejar pendapatan semata, dan itu akan membuat kreativitas kita terkekang dan terbatas. Mari berjuang mengalahkan motivasi-motivasi sempit dan membelenggu seperti ini.

Hidup Industri Kreatif!

















Keterangan gambar:

Salah satu karya anak bangsa yang termasuk dalam Industri Kreatif :
Memanfaatkan kain batik sisa menjadi karya seni kerajinan Patchwork.

(dari Pameran Kerajinan Inacraft di JHCC Senayan, April 2008 yang lalu)

Tidak ada komentar: