Google

Senin, 27 Agustus 2007

Mensyukuri Kehilangan

Minggu pagi yang lalu, akhirnya anjing kesayangan saya - Pepey - meninggal dunia. Meski semalam sebelumnya sempat saya bawa ke dokter hewan dan mendapat pengobatan, ternyata tak mampu menyelamatkan nyawanya lagi. Dengan hati sedih saya membungkus jazadnya dengan kain, menggali sendiri tanah di pekarangan untuk tempat persemayamannya yang terakhir, kemudian menguburkannya ke dalam lubang itu. Kenangan bersamanya pun sempat sesekali bermunculan.

Hubungan saya dengan Pepey memang lebih dari sekedar hubungan anjing dan tuannya. Ia hadir pertama kali ketika saya sedang menghadapi ujian hidup yang cukup berat. Keberadaannya serta merta menghibur dan mencairkan kebekuan yang terjadi saat itu. Pepey anjing yang nakal dan aktif. Sewaktu masih kecil dan saya tempatkan di dalam rumah, habis satu pintu belakang saya digerogotinya. Sejak saat itu saya pindahkan dia ke halaman depan supaya lebih bebas menikmati alam sekitar. Ia lebih senang lagi jika saya mengajaknya lari pagi. Tampangnya yang badung terlihat semakin kocak dengan lidah terjulur keluar mengajak bercanda, dan dengan setia ia berlari-lari kecil di samping saya.

Jika memang belum waktunya, apapun sulit menjadi alasan terjadinya sebuah perpisahan. Saya sempat kehilangan Pepey saat usianya baru beberapa bulan. Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba ia sudah raib dari pekarangan rumah kami. Saya menunggunya sampai beberapa hari dengan harap harap cemas, tapi ia tak juga menunjukkan batang hidungnya. Saat itu di kompleks perumahan saya memang sering terjadi penculikan anjing. Meski sempat kuatir kalau-kalau Pepey jadi korban penculikan, saya yakin ia masih hidup. Dan benar saja. Suami yang baru saja pulang dari warung menemukan ia di sana, dan Pepey kemudian ikut pulang bersamanya. Aduh senangnya...

Peristiwa lain adalah ketika Pepey melahirkan yang kedua kalinya. Anaknya banyak sekali dan kami kewalahan menanganinya. Akhirnya kami bagi-bagikan ke orang yang mau memeliharanya. Karena kuatir anaknya terlantar, kami sertakan Pepey untuk dibawa sekalian. Lucunya, ternyata Pepey sanggup membuat pilihan :-). Sungguh mengharukan tatkala mendapati ia pulang sendirian setelah terantuk-antuk menyusuri jalanan untuk bersatu dengan kami kembali.

Peristiwa ketiga adalah saat banjir besar melanda Jakarta awal tahun ini. Rumah kami kebanjiran sampai setinggi dada. Setelah mengevakuasi anak kami untuk mengungsi, saya dan suami kembali ke rumah untuk mengevakuasi Pepey. Saat itu ia sudah dikepung air. Ia menguik-nguik gembira melihat kami. Kami memasukkannya ke dalam ember besar dan mengapungkan ember sampai ke tempat yang aman. Untuk sementara Pepey diikat supaya tidak mengganggu. Beberapa hari kemudian ketika banjir telah surut dan kami kembali ke rumah untuk bersih-bersih, Pepey menghilang dari rumah di mana kami mengungsi. Memang kami sempat kepikiran juga kemana dia pergi. Tapi tiba-tiba suatu hari ia muncul lagi di hadapan kami, lengkap dengan tali yang masih terikat di lehernya....

Jadi ketika sekarang Pepey pergi untuk selama-lamanya, saya hanya bisa berpikir, mungkin memang sudah saatnya. Bukankah segala sesuatu ada waktunya? Ada waktu lahir, ada waktu mati. Ada waktu bertemu, ada waktu berpisah...

Kehilangan Pepey adalah kehilangan saya yang keempat tahun ini setelah kehilangan beberapa barang saat kebanjiran; kehilangan Bapak mertua yang meninggal dunia karena sakit; kehilangan Nur, pembantu yang sudah 5 tahun mengabdi dan sekarang kehilangan Pepey yang sudah hampir memasuki tahun keempat tinggal bersama dengan kami.

Kehilangan sesuatu atau seseorang yang kita cintai memang menyedihkan. Tapi di balik semua itu, kita patut bersyukur, karena setiap proses kehilangan menjauhkan kita dari kemelekatan. Kemelekatan terhadap sesuatu yang tidak abadi. Ketika kita dengan gagah berani mampu melepaskan apa yang kita cintai, itulah saatnya menuju kematangan diri. Selalu ada kebaikan si balik semua penderitaan dan kesedihan diri. Selalu ada a blessing in disguise pada setiap peristiwa yang kita alami.

Akhirnya, selamat jalan Pepey. Maafkan aku yang mungkin kurang peduli pada saat-saat terakhirmu. I love you....

Tidak ada komentar: