Google

Senin, 13 Agustus 2007

Makna Penderitaan

Bagaimana cara kita sebagai mahluk spiritual bisa mencapai pencapaian tertinggi kita, yakni menjadi pribadi yang matang, bijaksana, tidak egosentris dan memiliki orientasi yang global universal?

Jalan satu-satunya untuk menuju ke sana adalah jalan PENDERITAAN.

Gambar pohon dengan batang dan akarnya yang kuat di samping ini menunjukkan betapa tanaman ini telah mengalami berbagai "ujian" dari alam untuk bisa bertahan hidup. Pohon yang bisa tumbuh sekokoh ini pasti sudah mengalami deraan angin kencang, hujan badai, kekeringan, dan berbagai peristiwa alam lainnya.

Kita sebagai manusia juga begitu. Kadang kita tak mengerti kenapa kita harus mengalami itu dan ini. Tapi suatu ketika nanti baru kita sadari, bahwa kita bukanlah yang dulu lagi. Ketika suatu ujian berhasil kita lalui, kita menjadi manusia yang lebih kuat, lebih tegar dan lebih bijaksana dalam menyikapi hidup.

M. Scott Peck, dalam bukunya yang sangat terkenal The Road Less Travelled menuliskan demikian:

Hidup itu sulit.
Hidup memang merupakan rentetan masalah.

Sebenarnya yang membuat hidup kita menjadi lebih sulit adalah bahwa proses menghadapi dan mengatasi masalah-masalah itu merupakan penderitaan tersendiri...
Ini sebenarnya karena rasa sakit yang ditimbulkan oleh kejadian atau pertentangan yang ada di dalam diri kita sendiri. Inilah yang kita sebut masalah.

Justru dalam proses menghadapi dan mengatasi masalah itulah hidup kita mempunyai makna. Masalah adalah garis pemisah antara keberhasilan dan kegagalan....

Sebenarnya dapat kita katakan bahwa masalah itulah yang menciptakan keberanian dan kebijaksanaan kita. Hanya karena adanya masalah itulah kita bisa bertumbuh dewasa secara mental dan spiritual...

Seperti yang dikatakan Benyamin Franklin, "Hal-hal yang menyakitkan itu memberi pelajaran tertentu".
Inilah alasannya mengapa orang-orang bijaksana selalu belajar untuk tidak takut akan masalah, tetapi justru mau menghadapinya dan mau menerima penderitaan dari masalah tersebut.

Sungguh kata-kata yang sangat menggugah. Terutama bagi saya yang sejak kecil sangat takut terhadap penderitaan. Sungguh, jika boleh saya selalu ingin lari dari penderitaan. Dan itulah yang selalu saya lakukan sampai usia saya yang ke-30. Itulah yang menyebabkan saya tak kunjung beranjak dewasa, secara mental dan spiritual :-) hahaha...
Tapi dari usia 30 hingga sekarang, saya tak bisa lari dan lari lagi setiap waktu. Yaitu sejak saya menikah. Nah, lo... menikah ternyata membawa saya ke "jurang penderitaan" tetapi sekaligus membentuk karakter saya menjadi lebih kokoh dan tegar.

(Bagi yang belum menikah, jangan takut... karena surga atau neraka dalam kehidupan pernikahan kita, kita sendirilah yang menentukan dan menciptakannya... :))

Selanjutnya dari Dr. Peck, ada alat yang paling hakiki yang kita butuhkan untuk mengatasi masalah hidup yakni dengan DISIPLIN.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan sarana, teknik, cara menderita yang konstruktif yang biasa disebut dengan DISPILIN itu? Dr. Peck menyebutkan ada 4 unsur yaitu:

  1. Menunda kepuasan
  2. Menerima tanggung jawab
  3. Menjunjung tinggi kebenaran dan
  4. Menyeimbangkan
Kemauan untuk mempergunakan sarana itu adalah CINTA.
Bila kita mencintai sesuatu, itu artinya hal itu ada maknanya bagi kita. Dan bila sesuatu itu bermakna bagi kita, kita akan menyediakan waktu untuknya, mengaguminya dan memeliharanya.

Saya jadi ingat, apa yang saya anggap bermakna bagi saya saat ini adalah anak saya Lelatu Di Hening. Meskipun statusnya adalah anak, tetapi bagi saya dia adalah guru saya dalam kehidupan ini. Karena cinta saya yang begitu besar kepadanya, saya sampai mau melakukan hal-hal yang tadinya sangat saya takuti. Atau membuang kebiasaan buruk yang semula saya enggan mengubahnya.
Contoh, saya tidak suka matematika sejak kecil. Tapi karena Latu sudah sekolah sekarang dan mau tak mau saya harus membimbingnya belajar matematika, maka saya harus mau berhadapan dengan pelajaran yang tak saya sukai tersebut. Dengan sedikit memaksakan diri saya belajar sempoa. Kemudian kami bermain sempoa bersama. Tanpa terasa, tiba-tiba saya sudah menikmati cara berhitung dengan sempoa.
Memasuki kelas 2 SD, Latu akan belajar perkalian. Jauh-jauh hari saya sudah mempersiapkan diri. Kebetulan ada buku baru dari Bapak Adi W. Gunawan: Cara Genius Menguasai Tabel Perkalian. Langsung saya beli buku itu dan saya terapkan belajar bersama dengan Latu. Ternyata pembelajaran berlangsung dengan mudah dan menyenangkan. Yang lebih spektakuler lagi, saya berhasil mencari cara menghitung sendiri yang tidak disebutkan dalam buku itu. Waow, senangnya....., sudah berhasil mengalahkan ketakutan, dapat bonus pula menemukan cara baru dalam menghitung perkalian. Terimakasih pak Adi...
Padahal kalau dulu setiap menghadapi hal yang menakutkan begini, saya pasti lari... (Itu yang membuat saya benci matematika sampai tua... hahaha...)

Yah, itulah kekuatan CINTA yang katanya: Beareth all things, believeth all things, hopeth all things, endureth all things. CINTA itu menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.

Mudah-mudahan kita semua diberkahi untuk mempunyai cinta yang sejati seperti ini.

Salam,

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Sharing yang menarik, Mbak Ester!
Memang, cara memenangi penderitaan hanya dengan satu jalan: menghadapinya secara gagah berani.

Hmm, tapi masak sih sebuah perkawinan bagaikan jurang penderitaan? Bukannya perkawinan justeru padang rumput nan hijau penuh dengan bungai warna-warni..? :D

Salam kenal!

Ester S.Devi mengatakan...

Hahaha... :-)
Maklum nglihat "perkawinan"nya dari kacamata orang yang takut penderitaan mas Anang...
Salam kenal kembali.
Thanks untuk kunjungannya.

Salam

Anonim mengatakan...

mbak,jurang pederitaan itu bisa saya pahami karena saya juga mengalaminya...apabila bisa melewati jurang itu...wah indahnya dunia...hehehe
bener ga mbak?

berarti mbak itu sudah mati sebelum mati...bahasa kerennya antal maut qoblal maut.

boleh di share nih pengalaman pribadinya...berapa lama pemulihan diri tersebut?karena saya perhatikan...ini semacam fenomena yg baru2 berkembang..mungkin sekitar tahun 90 sudah ada tapi sedikit sekali..nah sekarang makin marak saja..well ada apa ini?

yah mbak bersyukur sudah mengalami dahulu sebelum saya ..

Salam
Brainwashed

Ester S.Devi mengatakan...

Penderitaan akan selalu ada selama kita masih hidup di dunia ini. Yang mungkin bisa kita lalui adalah jenis-jenis penderitaan, tapi bukan penderitaan itu sendiri. Wah..., kayaknya saya jadi menggurui..., gantian ahh, saya yang belajar dari Anda. Bukankah setiap manusia saling belajar dan mengajar satu sama lain untuk bisa saling mendewasakan? Salam, salam, salam....