Dalam usaha menemukan takdir saya, satu hal yang menjadi titik berangkat saya adalah: We are not a human being and having a spiritual experience. But we are a spiritual being and having a human experience).
Itu berarti jangan pusing dengan "kemasan" kita saat ini, tetapi berjuanglah untuk sesuatu yang lebih abadi, yakni tujuan hidup yang berkaitan dengan keberadaan kita sebagai mahluk "roh". Kenali dulu sifat dan karakteristik diri kita sebagai mahluk roh, niscaya kita bisa lebih mudah menemukan arti dan tujuan hidup kita di dunia saat ini.
Saya sangat tertolong dengan buku Journey of Souls dari Dr. Michael Newton, yang memaparkan hasil risetnya tentang kehidupan alam roh melalui cara Past Life Regression. Buku ini mungkin akan memicu kontroversi tentang ada atau tidaknya reinkarnasi. Tetapi bukan itu tujuan saya mengulasnya di sini, melainkan informasi mengenai kehidupan sebelum kita diwujudkan menjadi manusia di bumi ini.
Di buku ini dipaparkan bahwa ketika sesosok mahluk roh katakanlah beridentitas X hendak "diturunkan" ke bumi, ia diminta untuk menganalisa dan menentukan sendiri ia ingin turun menjadi siapa dan apa yang ingin ditujunya. Biasanya tujuan ini berkaitan dengan pertumbuhan karakternya.
Contoh, si X ini ingin mencapai karakter yang sabar dan tahan menderita. Maka ia dan anggota kelompoknya mengajukan usulan ini ke dewan Tua-tua. Jika disetujui, maka dibuatlah semacam skenario, misalnya ia akan lahir sebagai perempuan bernama Ester. Sementara anggota kelompok yang lain ada yang ditentukan menjadi Ayah, Ibu, suami, maupun anak si Ester. Semuanya bersatu dan berkomitmen untuk mewujudkan tujuan Ester menjadi lebih sabar dan tahan menderita. Dalam perannya nanti, mungkin saja Ibu dari Ester jadi tokoh antagonis. Ayah jadi tokoh protagonis. Tapi sekali lagi, semuanya mempunyai satu tujuan yang sama yang sejak awal sudah direncanakan. Pokoknya mirip dengan ketika kita ingin mengadakan pertunjukan drama. Ada yang berperan sebagai X, ada yang sebagai Y, dst, dengan satu tujuan mementaskan drama dengan lakon tersebut.
Mirip kan dengan lagunya Ahmad Albar, dunia ini panggung sandiwara....? :-)
Itu sebabnya di awal tulisan ini saya sarankan untuk tidak terlalu pusing dengan kemasan atau label. Karena kemasan atau label itu semudah kita mengganti baju peran kita di panggung drama. Saya bernama Ester atau bernama Ani, itu tak ada hubungannya dengan pertumbuhan karakter kita. Saya bekerja sebagai manager atau sebagai penyapu jalan, selama itu tak ada kaitannya dengan pertumbuhan karakter saya, itu tak ada gunanya. Tapi jika sebagai manager saya jadi punya kesempatan untuk ikut pelatihan yang mencerahkan dan membuat kebiasaan marah dan suka menggerutu saya menjadi berkurang bahkan hilang, maka peran manager itu cukup besar nilainya dalam perjalanan hidup saya.
Jadi yang paling penting menurut saya, kita harus mencari tahu, ketika kita dilahirkan ke bumi itu untuk belajar apa.
Rick Warren, penulis buku best seller Purpose Driven Life Dalam sebuah wawancara dengan Paul Bradshaw, mengatakan:
Orang-orang bertanya kepada saya, apa tujuan dari hidup? Dan jawab saya: hidup adalah persiapan untuk kekekalan. Suatu hari jantung saya akan berhenti, dan itu akan menjadi akhir dari tubuh saya tapi bukan akhir dari saya. Allah menginginkan kita melatih di dunia apa yang akan kita lakukan selamanya dalam kekekalan.
Hidup adalah sebuah seri dari masalah-masalah. Alasan untuk ini adalah: Tuhan lebih tertarik kepada karaktermu daripada kesenangan / kenyamanan hidupmu. Tuhan lebih tertarik untuk membuat hidupmu suci daripada membuat hidupmu senang. Kita bisa cukup senang di dunia, tapi itu bukanlah tujuan dari hidup. Tujuannya adalah pertumbuhan karakter.
Dengan demikian, siapa orangtua kita, kakak, adik, suami/istri, anak-anak kita; seperti apa keadaan dan karakter mereka; apa pekerjaan dan jabatan kita saat ini; mengapa saya harus bekerja di perusahaan A dengan atasan si X, dll, sebenarnya tak perlu dipersoalkan. Mereka ada dan dipertemukan dengan kita mungkin justru sebagai fasilitas untuk membantu kita mencapai pertumbuhan karakter kita yang tertinggi. Jadi, jangan pernah marah atau kecewa jika mereka tidak sesuai dengan harapan kita. Cobalah berpikir terbalik, jika seseorang mengecewakan kita, mungkin tujuan akhirnya adalah supaya kita menjadi lebih sabar, tidak mudah marah dan tidak gampang kecewa. So, seperti kata Jennie S. Bev.... syukuri saja...!!!
Sedikit cuplikan dari tulisan Newton versi Indonesia (hal 353):
Memahami diri sendiri secara spiritual berarti memahami alasan kita memasuki kehidupan bersama roh orangtua, saudara, pasangan dan sahabat... Ingatlah bahwa selain menerima pelajaran, kita juga hadir di bumi untuk turut berperan dalam drama pelajaran orang lain.
Salam,
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar