Banyak orang telah menghabiskan waktunya untuk membuat diri mereka berharga, diterima dan diakui oleh sekitarnya dengan cara berbuat baik atau berusaha menjadi suci. Mereka sibuk mengejar target menjadi "orang baik" dan fokus untuk terus membersihkan diri atau memperbaiki diri dengan berbagai cara. Mereka tidak paham bahwa upaya tersebut hanya akan sia-sia belaka. Tak seorangpun dapat menyucikan diri atau menghapus dosa dengan usahanya sendiri. Terlebih lagi jika persepsinya tentang dosa belum diubahkan.
Dosa adalah "status", bukan perbuatan. Perbuatan dosa adalah buahnya, atau konsekuensi dari status kita sebagai orang berdosa. Jadi walau kita telah memperbaiki perbuatan kita, namun jika sumbernya, yaitu status kita sebagai orang berdosa belum kita putuskan, maka kita akan tetap menjadi budak dosa.
Sebagai budak dosa, tubuh dan jiwa kita (yaitu pikiran, emosi dan kehendak kita), masih dikuasai dan dikendalikan oleh kuasa dosa. Kadang kita tak mengerti, kita ingin melakukan yang baik, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Sulit sekali rasanya membebaskan diri dari ikatan dosa tersebut.
Lalu bagaimana? Adakah jalan keluarnya agar kita terbebas sepenuhnya dari dosa?
Ada, yaitu dengan "berpindah status".
Saat kita terlahir ke dunia, kita adalah milik dunia, kita menjadi anak-anak dunia, warga dunia, berada di bawah otoritas sistem pemerintahan dunia. Dan karena dunia ada di bawah kuasa DOSA, maka tubuh dan jiwa kita otomatis telah menjadi budak dosa sejak kita dilahirkan. Kita bahkan tidak tahu apakah itu dosa atau bukan, karena mata rohani kita tertutup oleh selubung dosa. Kita tidak tahu bahwa pikiran kita yang egois, ambisius, transaksional, dan hati yang selalu penuh kecemasan, mudah baper dan kepahitan adalah buah dari dosa.
Sampai pada satu titik tertentu, ketika buah dari dosa ini telah menjadi matang, jiwa kita tak dapat lagi menahan beban yang kian lama kian menghimpit. Di sinilah kita mulai merasa ada yang salah dengan hidup kita, dan kita mulai mencari-cari pertolongan.
Pertolongan yang kita butuhkan baru akan datang tatkala kita sudah menyerah. Selama kita masih merasa diri mampu, kita masih akan terus memaksa diri untuk menyelamatkan diri sendiri. Kita sulit melihat mukjizat, keajaiban, dan pertolongan Tuhan yang berada di luar nalar kita. Namun begitu kita menyerah, kita akan mengalami tiba-tiba ada jalan dibukakan, atau tiba-tiba kita dipertemukan dengan seseorang, atau kita melihat sebuah tayangan yang menginspirasi, mendengar perkataan seseorang, lagu yang menyentuh, tulisan yang kita baca, yang membukakan kesadaran kita akan Tuhan.
Ketika kita mengalami keterjagaan atau kesadaran akan Tuhan, kita akan mulai mengenal dosa. Dan mulai tumbuh keinginan untuk bebas dari dosa.
Di sinilah kita diperhadapkan pada pilihan, mau tetap menjadi warga dunia atau warga kerajaan sorga (ilahiah, rohani).
Ketika kita memilih yang kedua, konsekuensinya adalah kita harus menanggalkan identitas, kepemilikan, status kita sebagai warga dunia, dan melepaskan semua kebiasaan dan aturan main yang berlaku di dunia. Lalu kita mengenakan status yang baru sebagai anak-anak Tuhan, warga Kerajaan Sorga, yang menyandang status bebas dosa, tapi harus mengikuti sistem/aturan main yang berlaku, seperti menyalibkan kedagingan dari hari ke hari.
Hanya dengan memutuskan untuk berpindah status, kita baru bisa berkuasa atas dosa, dan tidak lagi berada di bawah kuasa dosa. Konsekuensinya, kita akan ditolak oleh orang-orang dunia, diintimidasi, dianiaya, diasingkan, disingkirkan, dsb, karena kita tidak lagi menjadi bagian dari mereka, dan kita memiliki budaya yang berbeda.
Namun kita tidak perlu kecil hati. Kita sudah lebih dari pemenang ketika kita berhasil memutuskan ikatan kuasa dosa, menjadi anak-anak kebenaran, dan memiliki jaminan hidup bersama dengan Tuhan, Bapa dan Sumber Hidup kita yang abadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar