Google

Sabtu, 06 Desember 2008

MENYEMANGATI DIRI SENDIRI (5)

Apa tujuan akhir dari menyemangati diri?

Jika tujuannya sekedar membuat perasaan menjadi lebih nyaman atau sekedar menghibur-hibur diri, maka bisa-bisa proses menyemangati diri hanya akan menjadi sebuah aktivitas yang diulang-ulang tanpa mengandung satu nilai pembelajaran dan segera akan mengalami titik jenuh.

Menyemangati diri haruslah lebih dari sekedar mengipas-ngipas kekecewaan agar lekas pergi. Akan lebih baik dan bermanfaat jika menyemangati diri selalu ditujukan pada peningkatan kualitas. Bermuara pada kualitas.

Apa maksudnya?
Menyemangati diri biasanya kita lakukan akibat timbulnya rasa kecewa. Dan rasa kecewa muncul karena adanya kegagalan (atau yang kita anggap gagal). Nah, jangan sampai, menyemangati diri yang kita lakukan hanya sekedar menyembuhkan rasa kecewa, tapi tidak memperbaiki sumber kegagalannya. Kita harus selalu belajar dan berusaha mencari tahu, mengapa kita gagal di waktu yang lalu. Dari kegagalan itulah kita belajar meningkatkan kualitas dan profesionalitas.

Sebagai contoh, saya saat ini sedang mencoba berbisnis kue basah. Resikonya adalah, kue-kue tidak laku dan dikembalikan. Pada saat menerima kembali kue yang tidak laku, tentu saja ada rasa kecewa, merasa gagal. Kemudian saya tentunya akan berusaha menyemangati diri agar perasaan menjadi lebih nyaman. Nah, jika saya hanya berhenti hanya sampai perasaan menjadi lebih nyaman, maka bisa jadi esoknya saya akan melakukan kesalahan yang sama yang menyebabkan kue-kue saya kembali dipulangkan. Tapi jika saya melanjutkannya dengan proses introspeksi, maka saya akan tahu di mana kira-kira saya perlu memperbaiki diri. Dengan demikian proses menyemangati diri menjadi lebih bermakna.

Menyemangati diri adalah sebuah proses mental. Tapi sumber masalah sebenarnya bisa jadi bukan terletak pada faktor mental. Bisa jadi terletak pada faktor keterampilan (skill) atau profesionalitas kita. Kue-kue saya dikembalikan bukan untuk menguji seberapa besar ketegaran saya menghadapi kegagalan, tapi mungkin karena cita rasa yang buruk atau penampilan yang kurang mengundang minat, sehingga butuh perbaikan pada kesempatan berikutnya. Jadi solusinya di sini adalah, saya harus meningkatkan kualitas dan keterampilan saya dalam membuat kue, bukan sekedar menghibur-hibur diri dari rasa kecewa.

Memang ada faktor lain yang menyebabkan kegagalan atau keberhasilan. Yaitu faktor luck. Ini tak bisa dipungkiri dan kita harus bisa menerimanya dengan besar hati. Kadang produk yang kita anggap masterpiece tidak laku di pasaran, tetapi sebaliknya yang kita anggap biasa-biasa saja, malah disenangi pasar. Kita harus benar-benar jeli mengamati dan belajar tentang keadaan pasar. Dan selebihnya mengelola kekecewaan agar tak terlalu berlebihan.

Belajar, belajar dan terus belajar, itu adalah langkah menyemangati diri yang paling membebaskan, karena pembelajaran tidak pernah mengecewakan, selalu ada hikmah yang kita petik, selalu ada ilmu yang kita peroleh, berapa pun kecilnya.

Yakinlah, bahwa tidak ada yang sia-sia dari apa yang pernah kita alami ketika kita selalu mau terbuka untuk belajar dan memperbaiki diri.

Salam,

Tidak ada komentar: