Google

Jumat, 09 November 2007

Ke mana Energi Kita Disalurkan = Itukah ”Niche” Kita?

Beberapa hari yang lalu saya berdiskusi dengan adik dan suami saya. Kami menganalisa mengapa ada anak-anak yang tidak bisa diam dan duduk manis ketika belajar di sekolah, sementara yang lainnya lebih penurut dan tidak pernah menimbulkan masalah di kelas, meskipun belum tentu si penurut ini lebih cerdas dan berprestasi dibandingkan si”trouble maker”?

Suami saya bercerita, bahwa sejak SD dia selalu juara kelas bahkan sampai mendapat beasiswa. Namun di sisi lainnya, ia pun pernah beberapa kali dihukum berdiri di depan kelas dengan mulut diplester karena kedapatan ngobrol melulu dengan temannya saat jam belajar. Suami berujar, mungkin dari peristiwa itu sudah terlihat bahwa saya punya bakat (menonjol) dalam soal bicara, ya? Saya jadi tidak heran kenapa anak kami sering dapat teguran dari gurunya karena kedapatan ngobrol melulu di kelas. Rupanya ada bakat turunan dari Ayahnya..., hehehe... :))

Dari pembicaraan tersebut saya memperoleh insight, bahwa apa yang kita lakukan secara spontan, dengan sering, tapi juga dengan senang dan tanpa kesulitan, bisa jadi merupakan petunjuk adanya bakat dan ”niche” kita di situ.

Saya jadi ingat diri saya sendiri. Sejak kecil saya suka melamun, menggambar dan menulis. Tulisan saya yang pertama (dan satu-satunya) yang pernah dimuat di media massa adalah sebuah cerpen yang saya tulis untuk Majalah Bobo saat saya kelas 6 SD. Padahal seingat saya, itu juga asal nulis dan asal ngirim. Nggak serius-serius amat. Sebenarnya pun, dimuat di majalah bukan menjadi target saya, karena tanpa disuruh pun saya bisa menulis dengan sukacita sampai berlembar-lembar banyaknya. Saya mulai menulis diary sejak SMP, dan setiap tahun punya jilidnya sendiri. Itu berlangsung sampai sekarang. Diary saya sejak 10 tahun yang lalu masih saya koleksi, dan jumlahnya sudah lebih dari 10 buah. Bukankah ini menunjukkan bahwa saya memiliki potensi menulis yang bisa dikembangkan menjadi manfaat bagi diri sendiri dan orang lain? Buktinya, jika diminta mengerjakan tugas-tugas yang berkaitan dengan gagasan, ide-ide dan imajinasi, saya bisa melakukannya dengan baik dan dengan gembira. Bahkan melebihi apa yang diminta.

Bicara soal talenta yang tidak dikembangkan atau mengalami hambatan untuk berkembang ibarat tubuh yang tidak mampu menyalurkan kelebihan energinya sehingga malah menjadi penyakit.

Seperti kita ketahui, yang namanya sakit adalah kondisi ketika tubuh mengalami ketidakseimbangan energi. Apa yang menyebabkan ketidakseimbangan tersebut misalnya, orang yang marah tapi tidak bisa mengungkapkan kemarahannya; orang yang banyak pikiran tapi tak dapat me-release ketegangannya. Termasuk di antaranya ketika orang tidak mampu menyalurkan energi untuk melakukan apa yang disukainya, apa yang menjadi talentanya.

Orang yang senang berpikir, berimajinasi dan bermain-main dengan gagasan, akan mengalami kelebihan energi di otaknya, yang jika tidak disalurkan akan membuatnya mengalami kesulitan tidur (imsonia), atau otak menjadi terlalu tegang dan berat yang bisa-bisa menjadi stroke. Maka sebaiknya orang tersebut mencari tahu, apa cara terbaik untuk menyalurkan buah-buah pikiran, gagasan dan imajinasinya. Apakah dengan menulis, mengajar, ngobrol, menciptakan sesuatu, dsb?

Orang yang penuh hatinya, atau yang mengalami ketidakseimbangan emosi (perasaannya), perlu menyalurkan energinya dengan menyanyi, curhat atau berteriak, atau melukis, menari, olahraga, dsb.

Sebenarnya tubuh telah memiliki mekanisme yang spontan untuk mengontrol hal itu. Itulah yang membedakan seseorang satu dengan yang lainnya. Ada yang memerlukan media ngobrol untuk membuang kelebihan energinya. Ada yang melalui tulisan. Ada yang melalui bermain musik. Ada yang melalui melukis, dsb.

Jadi, anak yang hobinya ngobrol, bisa jadi karena ada dorongan spontan dari tubuhnya untuk menyalurkan energinya dengan cara ngobrol. Mungkin karena ia sendiri tidak tahu harus disalurkan melalui media apa.

Pilihan yang diambil seseorang untuk menyalurkan "kelebihan" energinya, bisa menjadi sinyal ke mana sebenarnya bakat dan panggilannya. Ada yang berbakat bicara seperti anak saya misalnya, yang jika dibiarkan memilih, pasti akan lebih suka menghabiskan waktunya untuk mengobrol bersama mainannya, menjadi "dalang" bagi robot-robot koleksinya. Sementara anak tetangga saya, yang mempunyai talenta fisik yang luar biasa, jago salto, beratraksi dengan sepeda, main basket, badminton, dsb akan lebih memilih untuk bergerak dan berolah fisik ketimbang berpikir dan belajar. Mungkin jika tidak demikian mereka akan sakit, sama seperti saya yang mungkin sakit jika tidak menulis.

Pertanyaannya, apa yang akan Anda pilih untuk Anda lakukan dengan energi yang Anda miliki? Menyalurkan apa yang Anda punya dan miliki tidak selalu berkaitan dengan uang dan penghasilan. Mungkin dengan serta merta Anda akan membagikannya tanpa berpikir dua kali meski Anda tak dibayar atau dihargai. Kelebihan itu spontan saja mengalir karena jika tidak Anda-lah yang akan menderita sakit karenanya.

Cobalah mengamati apa kelebihan Anda tersebut. Mungkin di situlah Tuhan ingin Anda berkarya dan menjadi sesuatu bagi dunia ini. Mungkin itulah panggilan dan takdir Anda, ungkin di situlah ”niche” Anda, di situlah porsi Anda, di situlah bagian Anda di dunia ini yang perlu dibagikan kepada orang lain, siapa tahu?

Tidak ada komentar: